Foto: Menara PDAM Tirtanadi di Jalan Sisingamangaraja, Kota Medan. (Goklas Wisely/detikcom).
Medan - Menara PDAM Tirtanadi yang terletak di Jalan Sisingamangaraja menjadi salah satu ikon Kota Medan. Bangunan yang telah menjadi cagar budaya itu dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda.
Dilansir dari laman resmi PDAM Tirtanadi, menara tersebut didirikan pada 8 September 1905 dengan nama NV Waterleiding Maatschappij Ajer Beresih. Pada masa itu, menara ini berfungsi untuk menyediakan air bersih yang bersumber dari mata air Rumah Sumbul di kawasan Sibolangit.
Menara yang kerap kali dijadikan spot untuk berfoto ini dibangun oleh Hendrik Cornelius Van Den Honert selaku Direktur Deli Maatschappij, Pieter Kolff selaku Direktur Deli Steenkolen Maatschappij, dan Charles Marie Hernkenrath selaku Direktur Deli Spoorweg Maatschappij.
Kapasitas air yang disalurkan dari Rumah Sumbul 3.000 m3 per hari. Menara ini memuat reservoir berbahan besi yang memiliki ketinggian 42 m dari permukaan tanah dengan kapasitas 1.200 m3. Setelah kemerdekaan, perusahaan ini diserahkan kepada Pemerintah Indonesia.
Berdasarkan Perda Sumatera Utara No 11 tahun 1979, status perusahaan diubah menjadi PDAM Tirtanadi Sumut. Sejak tahun 1991, PDAM Tirtanadi ditunjuk sebagai operator sistem pengelolaan air limbah Kota Medan.
Dosen Antropologi di Universitas Negeri Medan (Unimed) Erond Damanik menyampaikan Menara PDAM Tirtanadi merupakan salah satu ikon sejarah transformasi "Kampung Meidan" menjadi "Kota Medan".
"Arsitek bangunan itu, (menara air) adalah Hendrik Cornelius dari Belanda. Ia ditunjuk oleh Negorij Raad (dewan negeri) cikal bakal Gemeenteraad atau dewan kota ketika Medan menjadi kota pada 1909. Sebagai catatan, Negorijraad yang dibentuk sejak 1904 diberi tugas untuk menata persiapan kota, batas-batas, infrastruktur dan regulasi," jelasnya.
Dia menyampaikan pembangunan menara ini disponsori oleh Deli Maatsxhapij, perusahaan perkebunan dan terluas di Sumut kala itu. Ada pun izin area diperoleh dari Sultan Deli untuk sumber air di Sibolangit.
"Saat itu, air yang ditampung di menara dialirkan ke rumah-rumah dan kantor-kantor pengusaha perkebunan, pemerintah, dan pedagang yang sanggup membayar. Sebelumnya, sumber air minum dari sumur pompa atau sumur galian serta lainnya," ucapnya.
"Terkait rincian dana yang dibutuhkan untuk membangun menara itu belum tahu pastinya. Jika tak salah, semuanya membutuhkan dana sekira 2700 gulden saat itu yang diberikan oleh Deli Maatschappij itu," tutupnya.
Medan - Menara PDAM Tirtanadi yang terletak di Jalan Sisingamangaraja menjadi salah satu ikon Kota Medan. Bangunan yang telah menjadi cagar budaya itu dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda.
Dilansir dari laman resmi PDAM Tirtanadi, menara tersebut didirikan pada 8 September 1905 dengan nama NV Waterleiding Maatschappij Ajer Beresih. Pada masa itu, menara ini berfungsi untuk menyediakan air bersih yang bersumber dari mata air Rumah Sumbul di kawasan Sibolangit.
Menara yang kerap kali dijadikan spot untuk berfoto ini dibangun oleh Hendrik Cornelius Van Den Honert selaku Direktur Deli Maatschappij, Pieter Kolff selaku Direktur Deli Steenkolen Maatschappij, dan Charles Marie Hernkenrath selaku Direktur Deli Spoorweg Maatschappij.
Kapasitas air yang disalurkan dari Rumah Sumbul 3.000 m3 per hari. Menara ini memuat reservoir berbahan besi yang memiliki ketinggian 42 m dari permukaan tanah dengan kapasitas 1.200 m3. Setelah kemerdekaan, perusahaan ini diserahkan kepada Pemerintah Indonesia.
Berdasarkan Perda Sumatera Utara No 11 tahun 1979, status perusahaan diubah menjadi PDAM Tirtanadi Sumut. Sejak tahun 1991, PDAM Tirtanadi ditunjuk sebagai operator sistem pengelolaan air limbah Kota Medan.
Dosen Antropologi di Universitas Negeri Medan (Unimed) Erond Damanik menyampaikan Menara PDAM Tirtanadi merupakan salah satu ikon sejarah transformasi "Kampung Meidan" menjadi "Kota Medan".
"Arsitek bangunan itu, (menara air) adalah Hendrik Cornelius dari Belanda. Ia ditunjuk oleh Negorij Raad (dewan negeri) cikal bakal Gemeenteraad atau dewan kota ketika Medan menjadi kota pada 1909. Sebagai catatan, Negorijraad yang dibentuk sejak 1904 diberi tugas untuk menata persiapan kota, batas-batas, infrastruktur dan regulasi," jelasnya.
Dia menyampaikan pembangunan menara ini disponsori oleh Deli Maatsxhapij, perusahaan perkebunan dan terluas di Sumut kala itu. Ada pun izin area diperoleh dari Sultan Deli untuk sumber air di Sibolangit.
"Saat itu, air yang ditampung di menara dialirkan ke rumah-rumah dan kantor-kantor pengusaha perkebunan, pemerintah, dan pedagang yang sanggup membayar. Sebelumnya, sumber air minum dari sumur pompa atau sumur galian serta lainnya," ucapnya.
"Terkait rincian dana yang dibutuhkan untuk membangun menara itu belum tahu pastinya. Jika tak salah, semuanya membutuhkan dana sekira 2700 gulden saat itu yang diberikan oleh Deli Maatschappij itu," tutupnya.
Sumber:detikSumut