Depok - Anggaran belanja barang dan jasa adalah pengeluaran yang digunakan untuk membeli barang dan jasa yang habis pakai dalam kegiatan produksi, baik yang dipasarkan maupun tidak, serta pengadaan barang untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat.
Anggara Belanja Jasa Meliputi berbagai jasa yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan operasional, seperti jasa konsultan, jasa pemeliharaan, atau jasa transportasi.
Pada tahun 2023 Sekretariat Daerah Kota Depok melakukan Realisasi Anggaran Belanja Barang dan Jasa berupa Honorarium Rohaniwan sebesar Rp.9.600.000.000,00 yang digunakan untuk pemberian insentif kepada pembimbing rohani pada kegiatan pembinaan keagamaan masyarakat.
Honorarium Rohaniwan yang terbilang fantastis tersebut tentunya menarik perhatian publik, sehingga Lembaga Swadaya Masyarakat Badan Anti Korupsi Nasional (BAKORNAS) turut mempertanyakan akuntabilitas, transparansi dan kewajaran anggaran tersebut.
Hermanto, S.Pd.K., S.H., CPS., CLS., CNS., CHL selaku Ketua Umum BAKORNAS, menyampaikan dalam keterangan resminya pada awak media (30/4/25), telah mengirimkan surat dan telah diterima oleh pihak Sekretariat Depok pada tanggal 28 April 2025. Guna mengupayakan asas transparansi dari anggaran belanja tersebut kami telah mengirimkan surat dengan nomor surat 042/DPP/BAKORNAS/PPID/25, Ujarnya.
Lebih lanjut ia memaparkan akuntabilitas dan transparansi merupakan dua aspek penting yang saling berkaitan di dalam pengelolaan keuangan Negara. Sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan kepercayaan publik dalam hal ini terhadap Pemerintah Kota Depok, yaitu Satuan Kerja Sekretariat Daerah Kota Depok.
Aktivis pegiat anti korupsi itu mengatakan, Anggaran Belanja Barang dan Jasa berupa Honorarium Rohaniwan sebesar 9.6 Miliar patut dipertanyakan sebab menurutnya, Belanja Barang dan Jasa seharusnya pada tujuan menunjang tugas pokok dan fungsi Sekretariat Daerah itu sendiri.
Ia menjelaskan, bahwa Anggaran belanja honorarium adalah bagian dari anggaran yang dialokasikan untuk membayar imbalan kepada individu atau pihak yang terlibat dalam kegiatan tertentu, seperti pengadaan barang/jasa, konsultasi, atau kegiatan lainnya. Imbalan ini dikenal sebagai honorarium. Honorarium biasanya diberikan kepada orang-orang yang tidak memiliki hubungan kerja tetap dengan lembaga atau organisasi yang menganggarkan, tetapi mereka berkontribusi pada suatu proyek atau kegiatan tertentu.
Sehingga pemabayaran Honorarium Rohaniwan bahkan mencapai 9.6 Miliar tak seharusnya menjadi bagian dari Realisasi Anggaran Belanja Barang dan Jasa, melainkan seharusnya pada anggaran belanja bantuan sosial.
Lebih lanjut Ia mengatakan fantastisnya Honorarium Rohaniwan tersebut yang menembus hingga mencapai 9.6 Miliar tentu menimbulkan banyak pertanyaan ditengah – tengah masyarakat. Diantaranya yaitu :
1. BERAPA ORANG Rohaniwan yang menerima anggaran belanja tersebut sehingga anggaran belanja itu mencapai 9.6 Miliar ?
2. SIAPA SAJA Rohaniwan yang menerima anggaran belanja tersebut sehingga anggaran belanja itu mencapai 9.6 Miliar ?
3. BERAPA HONOR yang diterima setiap Rohaniwan tersebut sehingga anggaran belanja itu mencapai 9.6 Miliar ?
4. ADA BERAPA KEGIATAN yang menghadirkan Rohaniwan sehingga anggaran belanja itu mencapai 9.6 Miliar ?
5. APA SAJA KEGIATAN yang menghadirkan Rohaniwan sehingga anggaran belanja itu mencapai 9.6 Miliar ?
6. DALAM AGENDA DAN MOMEN APA SAJA yang kegiatannya mengharuskan menghadirkan Rohaniwan sehingga anggaran belanja itu mencapai 9.6 Miliar ?
BAKORNAS berpendapat dan memandang perlu hal ini harus ditindaklanjuti dengan serius oleh SELURUH PIHAK, Sahut Ketum BAKORNAS tersebut.
Tanggung jawab transparansi anggaran kepada masyarakat merupakan kewajiban pemerintah untuk membuka informasi mengenai pengelolaan keuangan publik, agar masyarakat dapat mengetahui, memantau, dan mengevaluasi penggunaannya. Hal ini penting untuk memastikan akuntabilitas pemerintah dalam penggunaan dana publik dan mencegah penyalahgunaan anggaran, Pungkas Hermanto
Pemerintah bertanggung jawab untuk mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran kepada masyarakat, bukan saja kepada Lembaga Auditor atau Lembaga pengawas yang ada, dan harus bersedia serta siap menerima kritik dan saran dari masyarakat, tutupnya.
Sementara itu Anggota Ombudsman Hery Susanto mengatakan bahwa masyarakat adalah bagian dari pengawasan publik. "Dengan berani bersuara, kita turut menciptakan perubahan yang nyata," Ujarnya Jumat (14/3/25). Dikutip dari antaranews.com. (Tim BKR)