Keunikan Peti Mati Rotan Ramah Lingkungan, Tembus Pasar Internasional -->

Iklan Semua Halaman

Keunikan Peti Mati Rotan Ramah Lingkungan, Tembus Pasar Internasional

Peti Mati Berbahan Rotan. ©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo

Medan - Siapa sangka, peti mati menjadi komoditas yang dicari saat masa pandemi. Tingginya korban Covid-19 menyebabkan kebutuhan peti mati tinggi. Begitupula para pengrajin furniture rotan Desa Trangsan. Mereka turut membuat peti mati berbahan rotan yang unik. Karakteristik peti mati berbahan rotan kokoh namun lunak. Karakteristiknya mudah terurai oleh tanah, menjadikan peti mati rotan dinilai lebih ramah lingkungan.

Pusat kerajinan peti mati rotan ini berada di Desa Wisata Rotan Trangsan, Gatak, Sukoharjo, Jawa Tengah. Tak hanya dipasarkan di dalam negeri, peti mati rotan mampu menembus pasar Internasional. Bahkan pangsa pasarnya lebih menguntungkan di luar negeri. Selain ramah lingkungan, bahan baku rotan menjadikan peti mati buatan Desa Trangsan unik. Peti mati rotan harus melalui tahap anyaman yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran.

Selain rotan, bahan pembuatan peti mati dipadukan dengan eceng gondok hingga anyaman bambu. Namun rotan tetap menjadi bahan utamanya. Perpaduan rotan, eceng gondok, dan bambu menjadikan peti mati rotan istimewa.


©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo

Di rumah produksi furnitur rotan para pekerja dengan teliti menganyam rotan. Bahan baku utamanya ialah rotan. Rotan menjadi kerangka utama peti mati. Keseluruhan sisinya berasal dari anyaman rotan, bisa juga dari anyaman eceng gondok bahkan anyaman bambu. Setidaknya hanya ada dua bagian peti mati, yakni tubuh dan penutupnya.

Para pengrajin harus memastikan bahan baku dalam kondisi layak produksi. Pembuatannya mulai dari menentukan desain dan ukuran peti mati. Kemudian kerangka rotan disusun dengan kokoh. Penuh kesabaran, rotan dianyam hingga membentuk peti mati.

Seolah merajut benang, helaian rotan panjang dianyam. Tak banyak paku yang digunakan, proses penyatuan bagian kerangka dan sisi anyaman didominasi ikatan helaian rotan. Penambahan pegangan dan proses pewarnaan menjadi tahap terakhir. Pemeriksaan turut dilakukan secara rutin agar peti mati terkontrol kualitsnya sebelum pengiriman.


©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunary0

Proses menganyam peti mati rotan berlangsung antara 2 hingga 7 hari. Lamanya tergantung pada desain dan kerumitan. Bahkan, para pemesan terkadang menginginkan desain yang beragam. Misalnya dengan menambahkan daun pegangan di kanan kiri peti rotan.

Selain itu, ukuran panjang, lebar dan tinggi peti mati harus disesuaikan dengan pasar. Orang Eropa misalnya punya ketinggian 170 centimeter hingga 2 meter. Berbeda dengan orang Indonesia yang memiliki tinggi rata-rata 160 centimeter

©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo

Tak hanya pasar lokal, peti mati berbahan rotan mampu merambah negara Eropa. Belanda, Inggris, Jerman dan Perancis menjadi pemesan terbesar peti mati rotan Desa Trangsan. Bahkan 9 kontainer pernah dikirim ke Eropa saat masa pandemi. Produksi peti mati rotan mereka meroket hingga 50 persen.

Bagi Eropa, harga jual peti mati rotan lebih bersahabat. Umumnya mereka menggunakan peti kayu berfinishing elegan yang notabene mahal. Para pengrajin rotan Desa Trangsan menjualnya dengan harga mulai dari Rp 2 juta hingga 3 juta untuk satu peti mati. Perpaduan bahan dan finishing yang membedakan patokan harga.

©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo

Trangsan menjadi desa yang unik. Meskipun tak mudah ditemui rotan, komoditas furniturnya didominasi bahan rotan. Pemasok rotan di Desa Trangsan berasal dari luar Pulau Jawa. Seperti Sumatra, Kalimantan, hingga Sulawesi. Melalui Surabaya, rotan kemudian dikirimkan ke Desa Trangsan.

Namun para pengrajin mengeluhkan bahan baku rotan yang semakin sulit di pasaran. Alih-alih menyuplai kepada pengrajin, produsen rotan justru lebih memilih mengekspornya langsung. Pasokan rotan yang langka menjadi kendala utama sebagian besar pelaku usaha rotan di Desa Trangsan.

Mereka berharap perhatian pemerintah terkait pasokan rotan mentah. Sehingga proses produksi furnitur berbahan rotan bisa terus berkelanjutan.

Sumber Merdeka.Com